Affan Dan Celengan Masjid

Jumat, 03 Desember 2010 |


11.40 WIB, dan Affan bergegas membereskan kertas kerja, juga peralatan menggambarnya.
Sesaat kemudian dia izin pamit kepada atasannya guna menunaikan shalat Jum'at siang ini.

★★★

MASJID BAITUL MI'RAJ
, salah satu masjid yang didirikan atas nama yayasan sebuah BUMN ini letaknya tak jauh dari tempat kerja si Affan.
Hanya berjalan kaki beberapa meter saja, dan kita akan menemukan sebuah masjid di areal perkantoran, yang arsitekturnya tampak memikat mata.
Sebagian orang menyukai konsep ventilasinya yang natural, alias where the wind blows... membuat ibadah semakin nyaman.

Sesaat kemudian si Affan selesai menunaikan shalat sunnat dua rakaatnya, lalu sejenak berzikir sembari menunggu masuknya waktu shalat, juga khutbah Jum'at sesaat lagi.

★★★

Kala khatib mulai dengan khutbahnya, seketika itu pula sebentuk kotak berbahan kayu yang didesain layaknya celengan itu, diedarkan mulai dari shaf depan!
Karena si Affan memilih di barisan tengah, tidak perlu menunggu lama, kotak itu diedarkan mulai dari tepi shaf tengah.
Dan setelah diedarkan dari tangan ke tangan para jamaah, tiba juga kotak celengan itu di hadapan si Affan.

Affan pun meraba saku kemejanya, dan bergegas memasukkan sebentuk amplop putih ke lubang kotak kayu.
Secepat itu pula dia meneruskan kotak amal itu kepada jamaah lain yang berada di sisi kirinya.

Dan...
"Astaghfirullahaladziim!"
Affan mendadak lemas, dia baru tersadar kalau uang dalam amplop itu adalah uang titipan dari Pak Haji Ali, uang yang beliau kumpulkan buat mendanai beberapa anak yatim yang minggu ini rencananya akan berlibur di sebuah tempat rekreasi.

Beberapa orang di sampingnya saat itu heran dan menampakkan rasa ingin tahu ada apa gerangan?
Affan hanya membalas dengan gelengan kepala sembari tersenyum.

★★★

Lima ratus ribu rupiah!
Affan membatin, kemana dia akan mencari uang sebesar itu dalam satu minggu ini?
Padahal seminggu lalu dia baru saja gajian, dan sisanya telah habis buat membayar sewa kost, juga beberapa kebutuhan lain yang mutlak dibeli layaknya kebutuhan seorang anak kost.

Affan, anak muda berusia dua puluh tahun ini adalah tipikal anak yang mandiri.
Setamatnya dari SMA dia memutuskan untuk bekerja sembari kuliah, dan tinggal jauh dari orang tuanya yang seorang guru.
Di kota ini dia bekerja di sebuah advertising sebagai seorang creative design, bahkan seringkali pula dia mencari uang tambahan dengan mencari job tambahan kepada sesama teman seniman yang berprofesi sama.

Affan sedikit pesimis, mengingat saat ini menjelang tutup tahun, dia ingat beberapa biro iklan sepi order. Dan beberapa teman malah bersiap akan libur panjang, pulang kampung atau bahkan melangsungkan pernikahan.

Namun Affan teringat akan raut muka bahagia anak-anak yatim yang membayangkan betapa menyenangkannya kala berada di area rekreasi minggu ini.
Dua minggu lalu ia ingat betul kala mengunjungi mereka, ada salah satu anak menarik-narik bajunya:
"Bener ya kak, minggu depan kita ke Fantasy Island?"
Duh, Affan semakin bersalah. Juga merasa bersalah kepada Pak Haji Ali, karena amplop itu salah sasaran.

★★★

Jadi, dalam satu minggu ini Affan bergulat mengumpulkan segenap tenaga, juga usaha buat mengembalikan uang dari Pak Haji Ali itu.
Dari beberapa temannya dia mendapat order finishing neon box, juga beberapa banner instansi.
Affan baru mengumpulkan uang tiga ratus ribu rupiah.
Tinggal dua ratus ribu lagi!

Affan teringat salah satu ibu yang pernah menawarinya untuk mendesain kamar anak perempuannya.
Mudah-mudahan beliau ada di rumah, begitu Affan berharap.

★★★

Dan, niat hati yang baik memang berbuah manis...
Desain kamar berikut pernak-pernik telah rampung.
Ibu Hanni Wijaya nampak puas dengan hasil kerja Si Affan, dengan seulas senyum dia menyerahkan uang sebesar: tiga ratus ribu rupiah...
Alhamdulilah!
Affan pun bergegas ingin menemui Pak Haji Ali guna menyerahkan uang titipan darinya, dan rencananya akan mereka serahkan ke panti asuhan sore ini!

Belum jauh dia melangkah dari rumah Ibu Hanni tadi, tampak seorang ibu muda yang kebingungan, juga raut wajah yang menampakkan kesedihan, dan mereka perpapasan.
Affan teringat wajah ibunya.
Wajah ibu itu sama persis kala dulu dirinya telat membayar iuran sekolah, dan teguran dari wali kelas yang mengingatkan uang iuran itu.

Affan menghentikan langkahnya.
Dari ibu itu dia mendapat informasi, anaknya yang nomor dua saat ini terbaring di Rumah Sakit.
Beliau berusaha mencari uang guna menebus resep dokter berupa beberapa obat juga infus yang harus dibeli di luar, karena stok di Rumah Sakit sedang habis.
Affan membayangkan betapa pentingnya infus itu.
Dia teringat pengalamannya saat membesuk adik temannya, salah satu pasien di sebelah kamar adik temannya tadi, meninggal dunia karena terlambatnya penanganan.

Affan pun dengan refleksnya merelakan amplop putih milik Pak Haji Ali itu.
Bahkan menambahi lagi kelebihan uang yang ia peroleh dari Ibu Hanni tadi.
Keselamatan anak ibu lebih penting ujarnya, sesaat setelah ibu itu hilang dari pandangan matanya.

★★★

Dan, Affan akhirnya lemas kembali...
Tapi rasa ini tidaklah menyiksanya.
Satu-satunya harapan terakhir adalah, menemui Pak Hadi, pimpinannya di advertising tempatnya bekerja.
Affan ingin meminjam uang!
Dan hal ini yang enggan dilakukannya, apalagi kepada Pak Hadi, pimpinan yang amat dihormatinya.

Affan bergegas menyetop angkot menuju tempatnya bekerja.
Tadi dia hanya idzin guna menyerahkan uang titipan Pak Haji Ali, lantaran takut terpakai lagi.
Dan di dalam angkot telepon genggamnya berbunyi.
"Halo, benar ini Mas Affan Firmansyah?"
Affan mengiyakan.
"Selamat Mas, desain anda memenangkan juara pertama pada LOMBA LOGO INSTANSI kami. Dan Mas berhak atas hadiah sebesar sepuluh juta rupiah!"

Terdiam.
Sunyi.
Meski di dalam angkot itu ada beberapa penumpangnya.
Dan Affan hanya menggumam: alhamdulillah!

★★★

(Terinspirasi kisah seorang tukang sol sepatu, yang merelakan uang biaya hajinya untuk seorang ibu panti)


(Inzet foto, UANG, karya: Isaac Ahmed)

0 komentar:

Posting Komentar